Ketix.id – Makassar, 12 Oktober 2023 – Universitas Muslim Indonesia (UMI) merasakan gejolak hebat ketika mantan Rektornya, Profesor Basri Modding, yang dicopot dari jabatannya karena dugaan tindak pidana korupsi, melakukan langkah-langkah yang kontroversial. Ia disebut telah menyewa 200 preman untuk menjaga Menara UMI dan mengeluarkan edaran yang merugikan mahasiswa serta melarang aktivitas akademik di kampus.
Profesor Sufirman Rahman, Pelaksana Tugas (Plt) Rektor UMI, merasa bahwa tindakan mobilisasi preman oleh Profesor Basri Modding tidak mencerminkan perilaku seorang akademisi dan profesor yang seharusnya dihormati.
“Ini bukan cara-cara orang terpelajar. Malah membuat edaran meliburkan seluruh aktivitas, seluruh aktivitas pelayanan tanpa batas waktu,” ungkap Profesor Sufirman Rahman.
Menanggapi situasi tersebut, Profesor Sufirman Rahman menyarankan agar Profesor Basri Modding mengambil langkah hukum dengan menggugat yayasan wakaf UMI ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) untuk membuktikan kebenaran dari dugaan tindak korupsi yang melibatkan namanya. “Lebih baik menggugat daripada mobilisasi preman. Itu lebih tidak terdidik,” tegas Profesor Sufirman Rahman.
Kampus UMI, yang seharusnya menjadi tempat pembelajaran dan pengetahuan, kini terasa terkekang oleh kebijakan-kebijakan kontroversial mantan Rektornya. Edaran yang dikeluarkan oleh Profesor Basri Modding menghambat hak dan kewajiban mahasiswa serta melarang civitas akademik UMI untuk melakukan pelayanan.
“Jadi ini tindakan yang sangat konyol. Kalau dia merasa tidak puas, ia seharusnya melalui jalur hukum yang benar. Gugat ke PTUN dan kita uji di sana,” lanjut Profesor Sufirman Rahman.
Situasi ini telah menimbulkan keprihatinan di kalangan mahasiswa, dosen, dan staf administrasi UMI. Mereka merasa terbatasi dalam menjalankan kegiatan akademik dan pelayanan, yang seharusnya menjadi fokus utama sebuah institusi pendidikan.
Selain itu, keputusan Profesor Basri Modding untuk menyewa preman juga mendapat kecaman luas. Seharusnya, kampus merupakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi pembelajaran, namun kehadiran preman justru menciptakan ketegangan dan ketidaknyamanan di antara mahasiswa dan civitas akademik.
Pihak berwenang di UMI mempertimbangkan langkah-langkah hukum yang akan diambil untuk menanggapi situasi ini dan menjaga integritas serta reputasi universitas.
Seiring berjalannya waktu, diharapkan situasi di UMI akan kembali kondusif bagi pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kehadiran pendidikan dan akademisi yang berkualitas adalah kunci bagi kemajuan dan perkembangan masyarakat di masa depan.