Berita  

[Update] Penjajah Israel Semakin Bangkrut, Beberapa Kementerian Akan Ditutup Untuk Biaya Serang Gaza

TEL AVIV – Serangan ke Jalur Gaza, Palestina rupanya sangat menguras kas penjajah Israel yang sejak hari pertama perang pada 7 Oktober 2023 tak berhenti melakukan bombardir di Jalur Gaza.

Pemerintah penjajah Israel dilaporkan tengah mempertimbangkan untuk menutup enam kementerian untuk mendanai perang di Gaza untuk membasmi pejuang pembebasan Palestina, Hamas.

Laporan Memo menyebut, kementerian keuangan penjajah Israel disebut akan menyarankan penutupan sejumlah kementerian untuk membantu mendanai serangan yang diperkirakan menelan biaya 51 miliar dolar AS atau setara lebih dari Rp 790 triliun.

Para pegawai di Kementerian Keuangan Israel dilaporkan telah merekomendasikan penutupan beberapa kementerian di negara tersebut.

Tujuannya agar ada alokasi dana tambahan untuk membiayai pertempuran yang kini sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Menurut laporan surat kabar Jerusalem Post, salah satu kementerian yang direkomendasikan untuk ditutup adalah Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Anti-Semitisme.

Kementerian tersebut bertugas memelihara serta memperkuat hubungan antara Israel dan komunitas Yahudi di seluruh dunia.

Wacana tentang pembubaran Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Anti-Semitisme telah menimbulkan kekhawatiran.

“Keputusan itu telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan diaspora Yahudi global, yang memandang kementerian tersebut sebagai penghubung penting antara mereka dan negara Israel,” ungkap Jerusalem Post dalam laporannya, dikutip Middle East Monitor, Selasa (21/11/2023).

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich diperkirakan akan membawa amandemen anggaran tersebut kepada pemerintah pekan depan untuk memperoleh persetujuan.

Amandemen diprediksi akan mencakup pemotongan pendanaan pada kementerian-kementerian tertentu.

Menurut Jerusalem Post, selain Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Anti-Semitisme, para pegawai Kementerian Keuangan Israel juga merekomendasikan penutupan Kementerian Urusan Yerusalem, Warisan, Pemukiman dan Misi Nasional, Kementerian Kerja Sama Regional, dan Kementerian Kesetaraan Sosial.

Awal bulan ini, surat kabar ekonomi Israel, Calcalist, melaporkan bahwa agresi Israel ke Jalur Gaza telah menelan biaya 51 miliar dolar AS atau setara Rp 791 triliun.

Sejak dimulainya agresi pada 7 Oktober 2023, Federasi Yahudi Amerika Utara (Jewish Federations of North America) telah menggalang dana sebesar 638 juta dolar AS untuk disumbangkan ke Israel.

Tentara Israel juga melakukan penghimpunan dana di Negeri Paman Sam dan berhasil mengumpulkan hampir 10 juta dolar AS.

Sementara itu, DPR AS yang dikuasai Partai Republik telah meloloskan rancangan undang-undang (RUU) untuk memberikan bantuan sebesar 14,5 miliar dolar AS kepada Israel. Bantuan itu bakal didanai oleh pemotongan Internal Revenue Service (IRS).

Paket tersebut mencakup 4 miliar dolar AS untuk mengisi kembali sistem pertahanan rudal dan peralatan militer milik Israel, yakni Iron Dome serta David’s Sling.

Senat dan Gedung Putih sudah didesak untuk segera menyetujui RUU tersebut. Namun mereka masih belum memberi pengesahan.

Sejauh ini setidaknya 13 ribu warga di Gaza telah terbunuh akibat agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023.

Korban meninggal termasuk lebih dari 5.500 anak-anak, 3.250 perempuan, dan 690 lansia. Sementara korban luka sudah melampaui 30 ribu orang.

Sebelumnya ekonom Galit Altstein di Bloomberg News mengatakan, perekonomian Israel menderita kerugian yang signifikan karena perang.

Tekanan perekonomian Israel itu dilaporkan mencapai 260 juta dolar AS (sekitar Rp 4 Triliun) setiap hari lantaran berhentinya operasional sektor industri dan dunia kerja.

Mobilisasi warga menjadi tentara cadangan membuat perekonomian berhenti karena tidak ada yang bekerja.

Di tengah memanasnya perang, Kementerian Keuangan Israel merilis aturan baru yang memperbolehkan pemerintah Tel Aviv untuk menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung biaya operasional perang.

Lewat peraturan tersebut nantinya masyarakat Israel, perusahaan swasta maupun yayasan filantropi bisa memberikan sumbangan dana secara langsung kepada pemerintah pusat, sebagaimana dikutip dari laman Haaretz

“Pemerintah merilis pedoman baru agar diperbolehkan menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung perang, kebijakan tersebut juga mengizinkan pemerintah untuk memperpanjang masa berlakunya,” ujar Kementerian Keuangan Israel.

Adapun besaran donasi atau sumbangan yang bisa diberikan masyarakat yakni maksimal sebesar 94 ribu dolar untuk organisasi bisnis dan 130 ribu dolar AS untuk organisasi nirlaba.

Kebijakan baru itu diadopsi PM Israel Benjamin Netanyahu usai negaranya mengalami defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau sekitar 6 miliar dolar AS selama Oktober 2023.

Tak sampai disitu, memanasnya perang antara pasukan Israel dengan militan Hamas di jalur Gaza membuat pendapatan Israel selama bulan sebulan terakhir turun 15,2 persen dampak penangguhan pajak dan susutnya pendapatan jaminan sosial.

“Sebagai sebuah persentase dari PDB, defisit selama 12 bulan sebelumnya naik menjadi 2,6 persen di bulan Oktober dari 1,5 persen di bulan September,” kata kementerian Keuangan Israel. (Ketik.id)

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *